Thursday, May 19, 2016

Benarkah Perkataan Adalah Sebagian dari Doa?

kata
Sumber Gambar: theodysseyonline.com
Perkataan adalah sebagian dari doa. Begitulah kira-kira sebuah pepatah yang seringkali saya dengar dari Ibunda tercinta ketika saya masih kanak-kanak. Beberapa bahkan mengatakan bahwa setiap perkataan adalah doa merupakan sebuah hadits. Namun hingga tulisan ini dibuat, saya pribadi belum menemukan sumber kuat yang mengatakan bahwa hal tersebut benar adanya.


Hadits yang paling relevan dengan pernyataan ini adalah yang berbunyi sebagai berikut “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam” (HR. Bukhari). Hadits ini tentu saja berhubungan dengan peribahasa yang seringkali kita dengar: mulutmu harimaumu, lidah ibarat pedang, lidah tak bertulang, dan lain sebagainya. Inti dari hadits serta peribahasa tersebut tetaplah sama, bahwa kita memang diwajibkan berkata-kata yang baik alih-alih berkata-kata buruk.

Pribadi seseorang bisa dengan mudah dilihat dari lisan-nya. Apakah gaya bicara-nya santun, atau justru gemar berkata-kata kotor, merupakan cerminan dari kepribadiannya. Lihat saja, orang yang berkata-kata santun seringkali terlihat lebih damai, lebih tenang, lebih bahagia, dan tentu saja lebih terhormat. Berbeda dengan orang-orang yang justru suka mengeluh, mengumpat, bahkan memaki. Mereka-mereka ini seringkali pribadi yang (maaf) urakan. Bahkan seringkali mereka-mereka ini bukanlah orang yang terpelajar. Maka, buat kamu yang ngaku-nya sarjana atau mahasiswa namun sering berkata kotor, sudah layakkah disebut pribadi terpelajar?

Kembali lagi ke sebuah pernyataan bahwa perkataan adalah sebagian dari doa. Terlepas benar tidaknya pernyataan ini, namun setidaknya banyak orang yang telah membuktikan bahwa apa yang dipikirkan atau dikatakannya dapat benar-benar terjadi. Sebut saja istilah Law of Attraction, atau hukum tarik-menarik yang seringkali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari.

Law of Attraction seringkali disingkat dengan sebutan LoA. Banyak sekali buku yang membahas mengenai hal ini, bahkan para motivator dan penulis buku juga seringkali menggunakan istilah LoA dalam karya-karyanya. Pengalaman saya pribadi tentang LoA yang mengejutkan adalah ketika saya berujar kepada orangtua (Ibu) bahwa nanti setelah lulus kuliah, saya ingin berleha-leha sejenak, tak ingin diburu dengan tuntutan mencari pekerjaan. Saat itu saya ingin menghabiskan waktu untuk berlibur dan mengunjungi berbagai tempat.

Namun, apa daya impian dan khayalan tak sesuai dengan ekspektasi saya. Keinginan berlibur atau dalam bahasa kerennya travelling terpaksa saya urungkan karena tak adanya uang saku (ya iayalah, pengangguran) sementara meminta orangtua-pun jelas tak mungkin. Oleh karenanya, saya sempatkan melamar ke beberapa perusahaan dengan harapan bisa segera dipanggil untuk bekerja.

Panggilan demi panggilan wawancara saya dapatkan. Berbagai psikotest-pun saya jalani demi mendapatkan sebuah pekerjaan yang layak. Namun apa daya, segala usaha saya tersebut sia-sia dan tak membuahkan hasil. Hingga akhirnya, pada tanggal 26 Januari 2015 akhirnya saya bisa melepas status sebagai manusia lajang pengangguran. Awalnya saya tak mempedulikan tentang peristiwa tersebut. Namun, setelah beberapa waktu, akhirnya saya menyadari bahwa status pengangguran saya semenjak diwisuda ternyata tepat satu tahun! Waktu itu saya diwisuda pada tanggal 25 Januari 2014, dan kebetulan tanggal 25 Januari 2015 merupakan hari minggu. Subhanallah! Saya langsung gemetar dan menceritakan hal tersebut kepada ibu saya. Lalu Ibu hanya bilang, “lho, itu kan memang kemauanmu, nggak ingin diburu-buru mendapatkan pekerjaan bukan?”.


Pengalaman yang mungkin bagi sebagian orang adalah suatu kebetulan itu justru saya alami tak hanya satu atau dua kali. Oleha karenanya, saat ini saya berusaha untuk tetap berpikir positif, serta melihat segalanya dari sudut pandang yang baik. Karena saya sadar, dan meyakini, bahwa ‘tak ada yang kebetulan di dunia ini’ segala sesuatunya saling sangkut paut. Tergantung bagaimana kita menyikapinya.

Namun, seyogyanya dalam kehidupan sehari-hari kita dapat bertutur kata yang baik, sehingga suasana hati kita diharapkan juga bisa menjadi lebih baik. Hindari mengeluh, menggerutu, memaki, mengumpat, dan lain sebagainya. Biasakanlah untuk selalu bersyukur, tersenyum, sehingga suasana hati kita bisa menjadi lebih baik, dan diharapkan pula hal-hal baik lainnya juga dapat menghampiri kita. 

No comments:

Post a Comment