Thursday, July 21, 2016

Masing-masing Kita Dipisahkan Oleh Wujud Tak Kasatmata Bernama Garis Batas

Garis batas, dibuat sedemikian rupa, dalam berbagai bentuk oleh manusia. Entah itu dalam batasan agama, ras, suku, dan negara yang berbeda. Dalam diri manusia sendiri “garis batas” itu tidak dapat dipisahkan. Laksana tembok yang membentengi diri, sehingga membatasi diri sendiri dengan orang lain. Ini memang merupakan benteng pertahanan alami yang dibuat manusia untuk melindungi diri.

Namun, ketika garis batas itu mulai bertambah tebal, segala toleransi dan rasa manusiawi perlahan akan memudar. Ketika ditanya “mana identitasmu?” kita tidak dapat hanya dengan menunjukkan diri kita, dan berkata “inilah aku,inilah diriku, inilah identitasku”. Identitas berganti menjadi sebuah sebentuk kartu, atau sebuah buku kecil kurang dari 50 halaman bernama Paspor.

Catatan perjalanan Agustinus membuat saya membayangkan bagaimana kehidupan di negara-negara bekas jajahan Uni Soviet. Bagaimana Tajikistan, meskipun sudah lebih modern dibandingkan Negeri di Seberang Sungai (Afghanistan), namun masyarakat disana hidup dalam garis kemiskinan yang tidak dapat dihindarkan. Gaji guru hanya berkisar seratus lima puluh ribu rupiah per bulan, dan itupun dibayarkan tiga bulan sekali.

Tapi, meski miskin, orang-orang Tajikistan adalah orang-orang yang berwawasan luas. Tak ada seorangpun yang buta huruf. Bahkan seorang yang tinggal di daerah terpencil pun bisa membaca dan menulis. Sama sekali berbeda dengan orang-orang di Afghanistan. Banyak daerah-daerah di Afghanistan yang justru belum tersentuh meodernisasi, seakan dua negeri yang hanya dipisahkan oleh sebuah aliran sungai itu berada dalam periode zaman yang berbeda.

Ketika bercerita tentang negeria utopis di Turkmenistan, saya hampir tak percaya ada negara dengan biaya hidup sedemikian rendah. Bayangkan saja, kita cukup membayar Rp20,00 (dua puluh rupiah) saja untuk dapat menikmati jasa bus kota! Ya, benar. Dua puluh rupiah! Setidaknya begitulah yang diceritakan Agus, ketika ia naik bus menuju pusat kota Ashgabat. Apalagi listrik, air, dan gas. Semuanya gratis bagi para warga Turkmenistan. “Kami memang tidak punya uang, tapi kami tidak membutuhkan banyak uang untuk hidup”. Begitulah seloroh Rita, seorang wanita keturunan Rusia yang menjadi warga Turkmenistan.

Uni Soviet memang amat sangat berperan dalam pembentukkan negara-negara di Asia Tengah. Sebelum Soviet datang dan menjajah Asia Tengah, kehidupan masyarakat disana, didiami oleh berbagai suku bangsa yang berbeda. Mereka hidup tanpa ada garis batas, saling berbaur dan berinteraksi. Namun, ketika orang-orang Rusia datang, dan ahli etnografi didatangkan untuk mencari kelemahan di Asia Tengah, Stalin sang dikatator pun mulai mengiris-iris dan memisahkan suku-suku tersebut. Mengungkung mereka dalam wilayah yang berbeda-beda. Orang Tajik ditempatkan di wilayah yang berbeda dengan orang Uzbek. Begitu pula bangsa Kirgiz, bangsa pengembala yang hidupnya berpindah, dipaksa untuk menempati wilayah yang ribuan tahun telah ditempati oleh orang-orang Uzbek. Karena alasan ini-lah kemudian banyak pertikaian yang terjadi antar suku.

Ketika suku-suku Tajik, Uzbek, Kirgiz, berdiam dalam satu negara boneka yang dibuat oleh orang-orang Rusia. Seakan mereka kehilangan jati diri, dan terombang-ambing dalam dua kultur yang berbeda. Sebut saja Osh, salah satu kota tertua di Kirgiztan. Dahulu kala, tiga ribu tahun yang lalu, sebelum orang-oarang Rusia datang menjajah, Osh lebih dulu didiami oleh bangsa Uzbek. Bangsa Kirgiz merupakan bangsa gembala yang hidupnya selalu berpindah dari satu ladang, ke ladang lainnya. Suatu ketika, pada saat lima ratus tahun yang lalu, orang Uzbek yang berdiam di Osh, rela berduyung-duyung keluar rumah, hanya demi melihat bagaimana wajah para orang gunung itu?

Namun, Osh saat ini adalah merupakan kota tua yang melebur bersama negarbernama Kirgiztan. Karena pengotak-kotakan itu-lah sering terjadi perselisihan antar etnik. Orang Uzbek mengklaim bahwa nenek moyang mereka-lah yang mendiami Osh terlebih dulu, namun orang Kirgiz mengatakan bahwa Osh adalah bagian dari negara yang bernama Kirgiztan. Bukan Uzbekistan.

Kisah diatas mirip seperti kisah Indonesia, sebelum penjajahan Belanda berlangsung. Dulu, sebelum ada Indonesia, negara ini disebut sebagai Nusantara. Hidup berbagai suku dan etnis, yang mendiami berbagai wilayah, dengan bahasa yang berbeda pula.  Kemudian muncul berbagai kerajaan Hindu-Buddha, setelah itu kerajan-kerajaan Islam mulai bermunculan, sampai kemudian bangsa Portugis datang, disusul oleh bangsa Belanda yang menduduki wilayah Nusantara selama lebih dari tiga abad. Kemudian Belanda “menyatukan” dan “mendamaikan” sebagian wilayah Nusantara, lalu terbentuklah sebuah koloni Hinda-Belanda.


Semoga saja, apa yang terjadi di Uni Soviet, tidak terjadi di negeri kita tercinta ini… 


Monday, June 20, 2016

Inferno



Penulis : Dan Brown
Penerbit : Bentang Pustaka
Tebal : 642 halaman
Harga : Rp 149.000 (Hard Cover)
Tahun Terbit : 2013


Dan Brown!
Yeah, saya membeli buku ini karena pengarangnya adalah Dan Brown! Mengingat dua buku Dan Brown sebelumnya The Da vinci Code dan The Lost Symbol yang telah berhasil memikat hati saya, maka kemudian Saya memutuskan untuk membeli Inferno. Well, saya langsung jatuh cinta pada cover-nya yang lebih artistik dan lebih menarik dibanding cover buku-buku Dan Brown yang lain. Terpampang potret Dante Alighieri yang menghadap ke kanan, dengan mahkota daun zaitun di kepalanya, dan berlatar belakang kota kuno Florence.

Thursday, May 19, 2016

Benarkah Perkataan Adalah Sebagian dari Doa?

kata
Sumber Gambar: theodysseyonline.com
Perkataan adalah sebagian dari doa. Begitulah kira-kira sebuah pepatah yang seringkali saya dengar dari Ibunda tercinta ketika saya masih kanak-kanak. Beberapa bahkan mengatakan bahwa setiap perkataan adalah doa merupakan sebuah hadits. Namun hingga tulisan ini dibuat, saya pribadi belum menemukan sumber kuat yang mengatakan bahwa hal tersebut benar adanya.